PENDIDIKAN KRITIS DR. ZAMRONI
POLITIK
DAN PENDIDIKAN
Dunia
Pendidikan di Republik Indonesia pada abad XXI ini diwarnai dengan pengaruh
globalisasi. Sepertinya pemanfaatan Dimana perkembangan pendidikan di Indonesia
terdahulu terjadi melalui beberapa periode besar, yaitu 1) Pendidikan jaman
Indonesia kuno sampai merdeka; 2) Pendidikan pada abad pertengahan dan 3)
Pendidikan pada Abad ke XX (Sutari. 1983). Yang kesemuanya dihadapkan pada
permasalahan perubahan dan perkembangan zaman.
Pendidikan
di Indonesia setelah proklamasi diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31
ayat 1,2 dan pasal 32. Pasal 31 ayat satu (1) berbunyi “Setiap warga negara
berhak mendapatkan pendidikan “ dan ayat dua (2) berbunyi “Setiap warga
negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.
Pasal
32 ayat satu (1) berbunyi “Negara memajukan kebudayaan nasional
Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam
memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya” dan pasal 32 ayat
dua (2) “Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai
kekayaan budaya nasional”.
Pemerintah
mencoba tanggap dalam persoalan pendidikan ini hingga disusunlah dan disahkan
oleh Presiden Republik Indonesia dimana pada saat itu Ibu Megawati
Soekarnoputri menjabat sebagai presiden perempuan pertama dalam sejarah
kepemimpinan Di Indonesia tepatnya pada tanggal 8 Juli 2003 Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 ditandatangani.
Dalam
UU Sisdiknas tersebut dinyatakan bahwa sistem pendidikan di Indonesia di bagi
atas tiga jalur yaitu Pendidikan Formal, Pendidikan Nonformal dan Pendidikan
Informal (Buku UU Sisdiknas. 2010). Sehingga dalam kaitanya maka masyarakat
dapat memilih proses pembelajaran tersebut. Namun dengan berbagai alasan
pemerintah seperti tidak meu peduli akan perkembangan yang harus dihdapai saat
sekarang amaupun di masa depan, akibatnya seluruh lembaga pesekolahan di
seluruh Indonesia berlomba-lomba mengadopsi sistem pendidikan yang ada diluar
sistem pendidikan di Indonesia, diadaptasi, dikembangkan dan disesuaikan.
Hingga saat ini sering kita mendengar nama-nama persekolahan baru seperti RSBI,
Sekolah bertaraf nasional, sekolah bertaraf Internasional. Dengan begitu
institusi-institusi pendidikan seperti ini mulai menjamur karena kurangnya
perhatian perkembangan masa itu oleh pemerintah. Namun muncul kritik dari beberapa
orang seperti Ivan Illich, yang menganggap sistem pendidikan hanya berorientasi
untuk menghasilkan tenaga kerja untuk kepentingan industri semata.
Pendidikan
kehilangan maknanya sebagai sarana pembelajaran. Kemudian muncul sebuah ide Home
Schooling, yaitu pendidikan yang tidak mengandalkan institusi formal, tapi
tetap bisa dilakukan di rumah sesuai kurikulum. Home Schooling adalah
pola pendidikan yang dilatarbelakangi adanya ketidakpercayaan terhadap fenomena
negatif yang umum terdapat pada institusi formal: adanya bullying, serta
metode yang didaktis dan seragam. Namun bukan berarti institusi pendidikan
formal tidak menyesuaikan diri. Kini, timbul kesadaran bahwa prestasi bukanlah
angka-angka yang didapat di ujian, atau merah-birunya rapor. Melainkan adanya
kesadaran akan pentingnya sebuah kurikulum berdasarkan kompetensi.
Kompetensi
yang harus juga dimiliki oleh peserta didik adalah penguasaan teknologi. Saat
ini pemanfaatan teknologi dalam dunia pendidikan seperti dalam kegiatan belajar
mengajar sampai administrasi pendidikan, menjadi sebuah momok dalam dunia
pendidikan di Indonesia, bagaimana tidak?. Indonesia beramai-ramai saat
ini mengadaptasi pendidikan dari luar negeri yang sistem pendidikannya dinggap
bagus seperti Singapura, Jepang, Amerika sampai dengan Australia sebagai upaya
proses modernisasi. Mulai kurikulumnya, kegiatan belajar mengajarnya,
Manajerialnya sampai dengan metode pengevaluasian peserta didik, namun
pengadaptasian itu tidak diimbangi dengan pemanfaatan teknologi berbasis budaya
lokal sehingga ketimpangan dan ketidakberdayaan Indonesia dalam menyeimbangkan
proses adapatasinya menjadikan tujuan pendidikan menjadi bias dan terkendala
mulai dari jarak, ruang dan waktu dalam pemanfaatan teknologi ini. Selain itu
masalah peningkatan kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan dianggap lepas
dari pengawasan dan kontrol pemerintah, kompetensi pendidik tidak merata
keseluruh pelosok negeri ini, penggelontoran dana bermilyar-milyar habis tanpa
ada output yang diharapkan.
Atas
dasar pemikiran diatas maka proses “westernisasi” ke arah modernisasi
terhadap seluruh lapisan dunia pendidikan nasional menjadikan sebuah tuntutan
pendidikan sekarang dan masa depan negara ini, mau tidak mau pemerintah harus
cepat meresponnya. Ketidakmerataan informasi dan akses pendidikan di seluruh
Indonesia juga akan menggangu proses modernisasi pendidikan di masa yang akan
datang.
Dr.
Zamroni pada bukunya “Paradigma Pendidikan Masa Depan”. mengatakan:
“Namun sayangnya, perkembangan pendidikan tersebut tidak diikuti
dengan peningkatan kualitas pendidikan yang sepadan. Akibatnya, muncul berbagai
ketimpangan pendidikan. di tengah-tengah masyarakat, termasuk yang sangat
menonjol adalah: a) ketimpangan antara kualitas output pendidikan dan
kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan, b) ketimpangan kualitas pendidikan
antar desa dan kota, antar Jawa dan luar Jawa, antar penduduk kaya dan penduduk
miskin. Di samping itu, di dunia pendidikan juga muncul dua problem yang lain
yang tidak dapat dipisah dari problem pendidikan yang telah disebutkan di atas.
Pertama, pendidikan cenderung menjadi sarana stratifikasi sosial. Kedua,
pendidikan sistem persekolahan hanya mentransfer kepada peserta didik apa yang
disebut the dead knowledge yakni pengetahuan yang terlalu bersifat text-"bookish”
sehingga bagaikan sudah diceraikan baik dari akar sumbernya maupun aplikasinya”
(Dr. zamroni. 2003. p1)
Berbagai upaya pembaharuan pendidikan telah
dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, tetapi sejauh ini belum
menampakkan hasilnya. Mengapa kebijakan pembaharuan pendidikan di tanah air
kita dapat dikatakan senantiasa gagal menjawab problem masyarakat? Sesungguhnya
kegagalan berbagai bentuk pembaharuan pendidikan di tanah air kita bukan
semata-mata terletak pada bentuk pembaharuan pendidikannya sendiri yang
bersifat erratic, tambal sulam, melainkan lebih mendasar lagi kegagalan
tersebut dikarenakan ketergantungan penentu kebijakan pendidikan pada
penjelasan paradigma peranan pendidikan dalam perubahan sosial yang sudah
usang. Ketergantungan ini menyebabkan adanya harapan-harapan yang tidak
realistis dan tidak tepat terhadap efikasi pendidikan.
Melihat pandangan diatas dan kita kaitkan
dengan kenyataan yang terjadi di pendidikan kita sekarang, memang benar
pendidikan kita talah kaku dalam melaksanakan proses pendidikan kenapa tidak
karena pendidikan kita telah dipengaruhi oleh keberadaan politik yang telah
mengambil kendali kebijakan-kebijakan pendidikan yang seharusnya mengarakan
kepada pemerataan pendidikan, tetapi yang terjadi sekarang pemerataan
pendidikan telah di pengaruhi oleh kebutuhan hubungan politik antara individu
yang satu dengan yang lain.
Silir bergantinya kurikulum yang terjadi di
Indonesia ternyata telah banyak memberikan dampak negative terhadap pemerataan
pendidikan di Indonesia, salah satu contoh munculnya kurikulum 2013, munculnya
kurikulum ini ternyata tidak hanya menimbulkan masalah pada proses
pemebelajaran dan buku paketnya ternyata munculnya kurikulum 2013 juga telah
mengkotak-kotakan pendidikan di Indonesia, kenapa tidak karena memamang
munculnya kurikulum ini ternyata tidak semua sekolah atau lembaga pendidikan
yang ada di Indonesia ini mampu melaksanakankurikulum tersebut karena
disebabkan proses metode yang diterapkan dalam kurikulum tersebut tidak di penuhi
oleh sekolah.
Para pengambil kebijakan berlomba-lomba
menganti kurikulum yang disebabkan karena mereka menunjukan jatih diri mereka
dan para pengambil kebijakan berlomba-lomba menunjukan kinerjanaya tanpa mau
meneruskan pekerjaan pemerintah sebelumnya, ini juga merupakan kasus yang sulit
dipecahkan, bergulinya roda pemerintahan ternyata pendidikan menjadi salah satu
objek perubahan. Namun perubahan-perubahan tersebut telah banyak memberikan
dampak negative terhadap perkembangan pendidikan kita, mulai dari masalah
diskrimasi pendidikan,masalah kurang meratanya pendidikan dan sampai pada
masala guru yang di ikat oleh aturan politik.
Bukan hanya itu pendidikan kita sekarang
hanya mampu melahirkan tenaga terdidik tanpa memikirkan dimana mereka akan
ditampung. Ini merupakan persolanya sering terjadi di Indonesia kenapa tidak,
dilingkungan masyarakat telah banyak lahir para masyarakat terdidik tanpa
pekerjaan sehingga melahirkan banyak jumlah angka pengangguran, seharusnya
pendidikan harus mampu memikirkan permasalahan ini agar kedepan masyarakat
terdidik tidak hanya disiapkan untuk kebutuhan pekerjaan tapi dia disiapkan juga
untuk menciptakan lapangan pekerjaan.
Dengan mengaitkan dengan pandangan Dr Zamroni
memang benar pendidikan kita telah gagalkan oleh kebijakan-kebijakan pemerintah
dan telatnya pemerintah menangani masalah pendidikan yang terjadi.
0 comments:
Post a Comment